Pages

Senin, 22 September 2014

Rindu Malam

Malam ini, sebenih rasa mulai tumbuh. Rasa rindu pada ibu dan ayah ditempat yang berbeda. Beribu kenangan silam kini mulai terbayang. Saat engkau memeluk tubuhku erat, membelaiku dengan sentuhan hangat. Dahulu hariku penuh dengan belas kasihmu. Semua itu kau lakukan setiap malam, menjelang tidur dan terlelap. 


Ingin rasanya malam ini mengulang seperti malam indah itu. Karena aku, karena aku kini sungguh merindukan belaian mu. Telah lama tubuh ini tak terjamah lembut oleh tangan. Telah lama telinga ini tak mendengar bisikan cerita indah suara lirih. Di tempat ini. Hanya poros kain selimut yang menggantikan sentuhan, hanya lirik lagu yang mengganti bisikan cerita. Tapi  sinar di wajahmu selalu terpancar jelas dari ingatanku.
Bunga. Andai malam ini kita ditempat yang sama. Bergegas kugerakan badan. Kulangkahkan kaki dan ku rebahkan tangan. Hingga terjadi sentuhan  hangat. Pelukan erat antara aku dan kamu.

Ibu, Sampai saat nanti kasihmu takkan pernah tergantikan. Sabarmu takkan pernah terkalahkan. Karena engkaulah malaikat. Malaikat yang tulus menemani dan menyayangi. Membuatku tahu apa arti hidup dalam kehidupan. Bulir air mata terus menitik. Saat mengingat ucapan kasar yang pernah terlontar dari mulut polosku. Bulir air mata ini semakin deras. Teringat sudah hari itu. Air matamu pernah jatuh karena aku. Secercah ucapan kecewa terlontar. Hingga penyesalan hati ini terasa sulit terlupakan. Dari hati terdalam kusampaikan beribu kata maaf atas kekhilafan yang pernah kulakukan. 
 
Ayah. Tertegun malu ketika teringat jerih payahmu mengarungi samudera impian. Masa kecil yang bersahabat dengan kesederhanaan. Sejak kecil ditinggal seorang ayah. Bersekolah tanpa biaya. Namun itu tak menjadi penghalang untuk mencapai sebuah prestasi. Meneruskan sampai jenjang yang lebih tinggi.  Sekarang . . . .  Engkau mampu menduduki bahkan menguasai berbagai profesi. Berdiri di titik kulminasi di setiap instansi. Padahal aku tahu. Hidupmu berawal  dari keluarga sebatang kara. Dibesarkan tanpa seorang ayah. Tapi kini engkau bisa menorehkan bermacam-macam penghargaan. HIngga bisa terpandang oleh berbagai kalangan karena tingginya kewibawaan. Sungguh Aku benar-benar mengagumimu.

Detik ini. Tak sabar raga ini berada dihari nanti. Hari dimana kita menangis haru. Karena torehan, tercapainya sebuah harapan. Kesuksesan yang telah terduduki. Kekayaan harta serta hati termiliki. Sungguh batin serta raga ini sangat meyakini itu semua terlihat kasat mata nanti. Karena do'amu yang selalu mengiringi, menjadi akar tumbuh kembang. Membentuk segitiga bermuda. Antara usaha, do'a dan pijakan nyata.


Athif
Malang, 22 September 2014