Pages

Minggu, 29 Maret 2015

Diagnosis Penyakit Globalisasi

Kemarin, hari Rabu saya mengikuti kajian rutin di Masjid Al-Khairat Jl. Ketawang gede. Kajian yang diadakan oleh IMM Brawajiya tersebut kebetulan mengusung tema "Semangat Berislam". Diisi oleh Ustadz Shobrun Jamil (Dosen Biologi Universitas Muhammadiyah Malang). Ustadz Shobrun Jamil memulai kajian dengan mendiagnosis gejala-gejala penyakit yang membuat seorang muslim lemah dalam berislam. 

Dijelaskan, bahwa lemahnya seorang muslim dalam berislam, tidak luput dari efek/dampak globalisasi. Ustadz 'Adil Husein dalam bukunya Al-Islam dan Al Aulamah berpendapat bahwa tujuan utama dari globalisasi adalah kekuasaan barat atas semua kaum lemah, khusunya umat islam. Sedangkan menurut Dr. Jalal Amin dalam bukunya Al'Aulamah, menolak keharusan globalisasi dan menganggap hal itu penyerahan diri kepada peradaban barat. 

Disisi lain, Fayaz Aziz dalam buku yang berjudul "Dicari Pemimpin Peradaban Dunia Menakar Visi Universal Paham dan Agama-agama Besar Dunia" menyimpulkan bahwa pemikiran globalisasi tersebut telah mucul dan berlanjut sejak awal adanya manusia sampai terbentuknya masyarakat yang luas. Pemikiran ini berkembang dan menyebar secara bertahap dan sangat cepat bersamaan revolusi industri, serta kemajuan teknologi. Tambahnya, Globalisasi bukanlah strategi imperialisme, sebagaimana ia bukan perkembangan dari kapitalisme, serta bukan fenomena permusuhan untuk menghancurkan identitas budaya negara-negara lemah. Namun, peradaban barat liberal terutama amerika serikat dan negara-negara kuat yang berusaha untuk menjadikannya sebagai perpanjangan tangan, menisbahkannya kepada mereka untuk menguasai alam,kesamaan pemikiran, dan budaya. Serta memindahkan globalisasi sebagai pemeras tiada henti terhadap ekonomi kaum lemah, dengan cara memaksa dan berkuasa atas mereka. 

Globalisasi menjadi faktor fundamental stagnanisasi umat islam di Indonesia. Khususnya dampak dari perpanjangan tangan negara adidaya. Budaya negara maju dipaksakan untuk merata, memasuki dan mengendap di negara berkembang. Termasuk Indonesia. Ideologi Islam terintervensi, remaja muslim terdiagnosis oleh penyakit-penyakit post globalisasi. Penyakit yang dikenal dengan 3 F (Food, Fashion, Fun). 

Food, remaja muslim di Indonesia terobsesi mengkonsumsi produk makanan serba mewah. Hal ini, dapat diketahui dengan banyaknya restaurant, market, dll.  Produk yang dikemas sedemikian rapi dan tertulis label halal tengah marak dijual di hypermarket dan mini market. Tetapi label halal masih belum cukup dijadikan tolak ukur dibolehkannya untuk dikonsumsi, harus halal dan toyyib. Begitu juga jenis makanan restaurants. Kata Halal dalam kamus Al-Mu'jam Al-Wasith artinya boleh. Makanan yang dikatakan halal adalah makanan yang boleh dimakan. Urgensi makanan yang halal menuntut adanya usaha yang halal. Artinya makanan yang halal sekaligus toyyib diperlukan dua persyaratan mutlak : Pertama, Boleh dimakan karena zatnya memang halal, dan secara hukum makanan itu halal dimakan. Sesuai dengan firman Allah yang artinya: “Hai Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu” (Q.S. Al-Baqarah/2: 168). 

Fashion, Strategi negara adidaya mampu merubah gaya hidup remaja Muslim Indonesia. "Tren Mode" menjadi istilah familiar dalam berpenampilan. Sehingga gaya hidup liberal (budaya barat) kini tengah terinternalisasi dalam dunia remaja. Konsumtif terhadap pakaian dan atribut yang teradobsi dalam budaya barat. Banyak wanita beragama islam tapi berpakaian minim kain, tidak berkrudung dan bercelana ketat sudah dianggap mainstream. Begitu juga maraknya kaum pria yang mengikuti "tren mode" seperti boyband. Celana pensil , rambut berwarna-warni, memakai atribut layaknya kaum wanita. Memakai gelang, cincing, bahkan anting-anting. Hal ini tidak selaras dengan esensi remaja muslim yang sebenarnya. Rasullullah SAW bersabda :”Siapa yang meninggalkan pakian mewah-mewah karena tawdhu kepada Allah, padahal ia mampu membelinya, Allah akan memanggilnya pada hari kiamat sekalian manusia untuk disuruh memilih sendiri pakian mana yang dikehendakinya" (HR At-timidzi). Dalam surat (QS.7:31) Artinya : ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”Yang dimaksud dengan janganlah berlebih-lebihan adalah janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

Fun, Penyakit yang digadang oleh negara barat ketiga adalah berbentuk fun (hiburan). Karena dunia hiburan dinilai menjadi pengaruh besar terhadap perubahan pola pikir manusia. Khusunya dalam ekonomi kreatif. Sosial Media (internet), maupun dunia entertainment. Dunia entertainment seperti tv yang memiliki great tertinggi untuk mempengaruhi penonton. Suatu penelitian pertelevisisan di AS, memberikan hasil yang mengejutkan : ”Televisi terbukti menciptakan keretakan yang tajam dalam emosi. Menurut pakar komunikasi AS, RES-TAK. Lihatlah suatu kasus di AS sana, seorang anak yang keseringan menonoton Superman, dia berfikir bahwa hanya dengan menggunakan baju seperti idolanya itu diapun dapat terbang. Dan hasilnya cukup tragis, anak itu tewas setelah mencoba terbang dari atap genting rumahnya. 

Di Indonesia, negara yang mayoritas dihuni oleh orang islam tengah terperangi bukan dengan peperangan fisik. Melainkan lewat pembodohan secara perlahan. Melalui sosial media yang mudah dalam mengakses hal-hal sesat. Melalui acara tv sekuler yang disiarkan dalam waktu orang-orang islam beribadah. Yaitu setelah maghrib, Isya' sebelum Shubuh. Padahal acara tv tersebut yang disenangi oleh anak-anak, remaja sampai dewasa. Sedangkan acara tv seperti kajian-kajian islam lebih diminoritaskan. Yaitu ditayangkan pada jam malam,  (kebanyakan orang-orang sudah tidur) ataupun setelah shubuh (banyak yang belum bangun dari tidur). Sehingga konsumsi terhadap acara tv sekuler lebih dikonsumsi dibanding acara tv beresensi untuk meningkatkan relegiusitas. 

”Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, Dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada Setiap orang yang melihat. Adapun orang yang melampaui batas, Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)”. (Qs: An-Nazi’at : 35-41)




Athif
Malang, 29 Maret 2015