
"Melakukan sesuatu tanpa adanya rasa ikhlas, suatu saat pasti ada titik jenuh yang menjatuhkan". Seperti, orang yang mengerjakan sesuatu dan berharap dipuji orang lain, memang sesaat terlihat menjadi pemenang. Namun, seiring berjalannya waktu kejenuhan pasti menghampiri. Karena mereka melakukan segala sesuatu bertentangan dengan hati nurani, sehingga suatu saat sifat aslinya muncul dengan sendirinya dan kemenangan yang sesaat itu berbalik 180 derajat menjadi sebuah kehinaan.
Sama halnya mereka yang berambisi untuk segera populer di sebuah organisasi. Tampil over confident, tindakan palsu, dan merendahkan sesama. Semua usaha telah memenangkan dirinya, efeknya orang lain memuji-muji serta pimpinan memberikan kesempatan untuk menaiki sebuah jabatan. Seketika sudah berada dikedudukan yang diinginkan, perasaan puas dan sifat aslinya mulai muncul. Yang awalnya semangat menjadi luntur, awalnya pekerja keras menjadi pemalas berat. Tatkala saat itu semua perbuatan yang seolah-olah baik itu berubah total. Menjadi Karena terbongkarnya tabir kepalsuan.
"Lebih baik mengalah untuk menang". Berbeda dengan sifat mereka para ambisius, ditempat manapun selalu berharap menjadi sosok pemenang secara instant. Tanpa menyeimbangkan antara kapabilitas dan integritas. Maka, lebih baik dipandang kalah sesaat kemudian menang, daripada menang kemudian menghinakan. Berkiprah di organisasi atau kompetisi apapun, strategi kalah untuk menang sangat-sangat menakjubkan. Ketika awal kita berproses, jangan sampai popularitas instan menjadi sebuah dambaan. Biarkan orang lain menganggap kita pendiam, tidak bisa apa-apa, tidak punya kelebihan. Apalah. Yang terpenting kita sudah berusaha untuk bekerja dengan ikhlas. Tidak penting mengharap pujian dengan mengumbar kemampuan-kemampuan yang dimiliki secara berlebihan. Terlalu percaya diri misalnya.
Namun, dibalik itu, sangat perlu kita terus mengasah kemampuan yang kita miliki. Agar kedepannya kemampuan yang terus terlatih bisa menjadi tolak ukur pantasnya menduduki strata yang lebih tinggi. Terbungkam mulut-mulut mereka yang awalnya menganggap kita lemah.