Pages

Sabtu, 07 Maret 2015

Bersemangat, Menjadi Bilah Kemudi Kecil

Biasanya, kita melihat hanyalah orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kedudukan tinggi yang berhak atas pengambilan sebuah keputusan. Baik itu dalam bentuk visi maupun regulasi. Sedangkan mereka yang berprofesi biasa tidak berbeda jauh dengan robot, terdapat tombol ON atau OFF (Bekerja atau Berhenti). Kalau para pemegang kekuasaan memunculkan kalimat perintah, maka tombol ON atau OFF akan terdeteksi. Mereka mau bergerak sesuai dengan arahan yang telah diberikan oleh atasan. 

Terjadinya ketidak leluasaan dari mereka yang berprofesi biasa, maka ruang kreativitas yang dimiliki sangat terbatas. Semua serba terstruktur, bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Sehingga lahirlah ruang sempit untuk beraspirasi dan berdedikasi. Mereka sekedar mengerjakan perintah tanpa timbal balik untuk memberikan pengaruh lebih terhadap organisasi. Mereka melihat segala sesuatu dari sudut sempit, bekerja sebagai rutinitas, meniliai pekerjaan hanyalah sebagai pemenuhan pribadi bukan organisasi. Padahal, sejatinya meski berprofesi biasa seharusnya ada nilai-nilai sendiri yang harus dimiliki sebagai sumbangsih perkembangan visi organisasi. Yaitu bersemangat menjadi Bilah pengemudi kecil bukan menjadi robot yang bergerak sesuai arahan, tanpa ada inisiatif yang diberikan.

Sudah jelas bukan apa yang telah membedakan antara manusia dan robot. Manusia bisa berfikir sedangkan robot tidak, manusia bisa berinisiatif sendiri sedangkan robot berinisiatif melalui tangan manusia, manusia bisa merasa sedangkan robot tidak. Dan masih banyak lagi perbedaan. Kemudian, pertanyaannya adalah jika manusia hanya sekedar bekerja sesuai perintah tanpa berinsiatif, lalu apa bedannya sama robot??? 

Bukan berarti menjudge terhadap perbandingan antara ciptaan manusia dengan Tuhan itu relativ kecil. Karena justru, adanya contoh perbandingan tersebut penulis berharap manusia itu merenung dan menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dengan robot. Robot bergerak sesuai inisiatif manusia,  dan seharusnya manusia mampu menciptakan inisiatif sendiri didalam oganisasi maupun berprofesi biasa sekalipun. Tidak sekedar mengikuti arahan, harus ikut turun tangan terhadap perkembangan sebuah organisasi. 

Bersemangat, Menjadi bilah berkemudi kecil . .

Sebuah bilah kemudi kecil pada kapal atau pesawat adalah bilah kecil yang menggerakkan bilah besar yang digunakan untuk mengubah arah kapal. Begitu juga Bilah dalam organisasi. Amat banyak orang-orang yang berpotensi menjadi bilah kemudi kecil dalam organisasi manapun. Bisnis, pemerintahan, sekolah, keluarga, organisasi nirlaba dan swadaya masyarakat yang bisa memimpin dan menyebarkan pengaruh mereka, apa pun posisi yang mereka pegang. Mereka bisa menggerakkan diri mereka sendiri, tim, atau departemen mereka dengan cara-cara memberikan inisiatiaf terhadap organisasi. 

Ada 7 tingkatan inisiatif, (1)"Menunggu Sampai Diperintahkan" (2) "Bertanya, (3)"Membuat Rekomendasi", kemudian (4) "Saya bermaksud untuk...," (5) "Melakukan dan langsung melaporkannya", (6) "Melakukan dan melaporkannya secara berkala,"dan terakhir (7) "Melakukannya," .


Inisiatif pertama yaitu menunggu sampai diperintahkan. Ini merupakan tingkatan inisiatif yang paling rendah, orang-orang yang memiliki proporsi inisiatif hanya sampai tingkatan ini sama halnya dengan robot. Tidak otomatis bergerak, melainkan tombol ON dan OFF harus ditekan terlebih dahulu. Kemudian tingkatan inisiatif ke kedua, yaitu bertanya. Pada tingkatan ini masih terbilang lebih mending dari pada sekedar menunggu diperintah. Tetapi, bentuk pertanyaan harus cerdas dan merupakan hasil dari analisis yang menyeluruh serta pemikiran yang cermat. Ketika memasuki tingkatan inisiatif membuat rekomendasi, Saya bermaksud untuk sampai tingkatan inisiatif terkahir yaitu melakukannya. Maka bentuk inisiatif yang diberikan terhadap organisasi bukan sekedar pemenuhan kewajiban lagi, melainkan dalam bentuk pengabdian utuh serta mampu menjadi aktor dibalik perubahan visi menjadi realitas organisasi. Ini yang disebut bilah kemudi kecil, meski menjadi orang yang berkedudukan biasa tetapi mampu menjadi aktor dibalik organisasi yang berkemajuan. Menjadi pemimpin dari para pimpinan.

Tom Peters menggambarkan sikap dan semangat "bilah kemudi kecil" ini sebagai berikut: 

Saya tidak bergurau, para pemenang amat menyukai pekerjaan-pekerjaan remeh. Mengapa? Karena pekerjaan-pekerjaan tersebut memberi mereka ruang yang amat luas. Tak seorang pun peduli! Tak seorang pun memperhatikan! Anda melakukannya sendiri! Anda adalah raja! Anda bisa mengotori tangan Anda, membuat kesalahan, mengambil risiko, menciptakan keajaiban! Keluhan yang paling sering terdengar dari orang-orang yang "tidak berdaya" adalah mereka tidak memiliki "ruang" untuk melakukan apa pun yang hebat. Terhadapnya saya bilang dengan lantang: Omong kosong! 

Yang penting: Carilah penugasan-penugasan "kecil" atau "pekerjaan remeh" yang tak diinginkan oleh siapa pun juga! CARI! Itulah cara untuk mendapatkan pemberdayaan diri, entah itu merancang ulang sebuah formulir atau merencanakan retret akhir minggu bagi klien... Anda bisa mengubahnya menjadi sesuatu yang besar, agung dan luar biasa.

"Saya pernah bertindak sebagai asisten administrasi bagi seorang rektor universitas. Dalam berbagai hal, dia adalah diktator, suka mengontrol, selalu menganggap bahwa dia tahu apa yang terbaik dan akan membuat semua keputusan yang penting. Di sisi lain, dia adalah seorang visioner seorang yang brilian dan berbakat. Tetapi dia memperlakukan semua orang lain sebagai pesuruh "lakukan ini, lakukan itu" seolah-olah mereka tidak bisa berpikir sendiri. Orang-orang ini semuanya berpendidikan tinggi dan sebenarnya juga bermotivasi tinggi, tetapi secara perlahan-lahan menjadi tidak puas, dan kemudian merasa tidak berdaya. Mereka akhirnya suka berkumpul dan mengobrol di koridor, mengeluh tentang rektor tersebut. "

"Aku benar-benar tidak percaya apa yang dilakukannya..." 
"Kamu tahu, apa yang dilakukannya belakangan ini? Nah, dengar berita terakhir mengenai dia..." 
"Kamu pikir itu sudah parah? Seharusnya kamu lihat apa yang ia lakukan saat datang ke departemen kami..." 
"Oh ya? Aku tak pernah mendengarnya." 
"Sungguh, saya tidak pernah berada di dalam situasi kerja di mana saya merasa amat terbelenggu oleh semua aturan bodoh dan birokrasi ini. Hal ini benar-benar menyebalkan." 
Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk bergunjing satu sama lain. 
Lalu ada seseorang bernama Ben. Dia mengambil pendekatan yang sama sekali berbeda: Dia langsung bergerak menuju tingkat inisiatif dan pemberdayaan diri yang ketiga. Sekalipun juga diperlakukan seperti pesuruh, dia memutuskan untuk mulai pada tingkat membuat rekomendasi. 
Dia memutuskan untuk 'menjadi pesuruh' yang terbaik. Hal ini memberikan kredibilitas padanya ethos. Dia kemudian mengantisipasi kebutuhan rektor dan alasan di balik suruhannya. "Sekarang, mari kita lihat. Mengapa rektor menginginkan informasi ini? Dia mempersiapkan rapat dewan dan ingin saya mengumpulkan 

Data mengenai berapa banyak satuan pengaman universitas di negara ini yang membawa senjata api karena dia mendapatkan kritik mengenai pendekatan yang dipakainya. Saya pikir saya akan membantunya mempersiapkan rapat dewan tersebut." 


Bantu bos Anda, jangan mengecamnya. 


Ben datang ke rapat pendahuluan, mempresentasikan data yang diminta, lalu memberikan analisis dan rekomendasinya. Rektor itu menoleh kepada saya, tak bisa bicara apa-apa. Lalu dia menoleh kembali pada Ben dan berkata, "Saya ingin Anda datang ke rapat dewan dan membuat rekomendasi. Analisis Anda brilian. Anda mengantisipasi kebutuhannya secara tepat." 

Semua orang lain dalam staf telah terperangkap dalam konspirasi bisu bernama "menunggu sampai diperintahkan." Tetapi Ben tidak. Dia menjalankan kepemimpinan dengan berempati pada rektor, dengan menentukan apa yang benar-benar dibutuhkan dan diinginkannya. Ben memulai dari posisi yang relatif rendah. Dan dalam waktu cukup singkat dia sudah secara teratur melakukan presentasi bagi dewan. 

Saya bekerja dalam peran tersebut selama empat tahun. Pada akhir tahun keempat, Ben merupakan orang nomor dua paling berpengaruh di kampus, sekalipun dia tidak naik melalui pangkat akademik. Rektor tersebut tidak akan membuat keputusan penting apa pun tanpa persetujuan Ben. Saat Ben pensiun, ada sebuah penghargaan khusus yang dibuat atas namanya. Mengapa? Karena dia telah menunjukkan diri sebagai panutan yang dapat dipercaya, setia pada universitas dan bersedia melakukan apa pun yang perlu dilakukan.  Saya kira Ben memahami betapa sia sianya kalau kita cuma berharap agar segala hal berubah dengan sendirinya. Dari cerita ini dapat dilihat bahwa kepemimpinan bisa merupakan sebuah pilihan. Bagaimanapun semua orang bisa menjadi pemimpin bagi boas atau para pimpinan, seperti yang dilakukan oleh Ben. 





Athif
Malang, 07 Maret 2015