Pages

Jumat, 09 Desember 2016

Dunia Tanpa Islam?

Ada buku menarik yang berjudul "Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam"" karya Graham E. Fuller. Didalam buku tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan dasar terkait dengan kedamaian dunia tanpa Islam. Seperti apakah dunia tanpa Islam? Kemudian, apakah dunia akan lebih damai dan menjadi tempat yang lebih baik? pada umumnya orang barat mengatakan : Tentu,  tanpa Islam tidak akan pernah terjadi konflik Palestina-Israel, perang salib, peristiwa 11 September.

Namun, di buku tersebut Graham E. Fuller menawarkan eksperimen untuk menguji pandangan barat itu. Dengan anilisis secara historis, Graham E. Fuller menyimpulkan bahwa meski tanpa adanya perang salib barat tetap menyerbu Timur tengah karena nafsu imprealisasinya. Gereja ortodoks akan mendominasi Timur tengah dan sampai hari ini masih terjadi konflik, India tanpa budaya Mughal dan Taj Mahal tidak akan sekaya sekarang. Dan bom bunuh diri akan masih terjadi sebab bukan muslim yang memulainya. 

Islam bukanlah sumber konflik dunia. Bahkan Islam lah sumber peradaban didunia hingga sekarang. Menurut para ahli, perpustakaan pertama merupakan milik pribadi Khalid Ibnu Yazid bin Muawiyah. Ia seorang sastrawan dan kolektor buku. Perpustakaan ini lahir pada masa pemerintahan dinas Ummayah (661-750 M) yaitu suatu dinasti Islam setelah pemerintahan Khulafaurasyidin. 

Kemudian, masih ingat dengan Cordova. Kota dengan segudang ilmu, didalamnya terdapat 70 perpustakaan dan 400 an pengunjung. Anak-anak fakir miskin bisa sekolah gratis yang telah difasilitasi oleh khalifah Al-Hakam Al-Muntasir. Cordoba juga melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam ulung sepanjang sejarah. Ibnu Rusydi (Averrous), Ibnu Hazm (Seorang Mujtahid, penulis kitab al Muhalla), al-Qurtubi (Seorang Musafir), Az-Zahrawi (Pakar Kesehatan Modern), dan pakar-pakar ilmu pengetahuan lainnya. 

Pada periode dinasti Abbasiyah perpustakaan mengalami perkembangan yang signifikan. Pada masa khalifah al Mansur (754-775) khalifah ke dua dari dinasti Abbasiyah mendirikan biro penerjemahan di Baghdad. Kemudian pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid lembaga ini bernama Khizanah al-Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada tahun 815 al Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan merubah namanya dengan bayt-al-Hikmah. Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid.

Pada tahun 1227 M, Khalifah Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar biasa di madrasah yaitu perpustakaan al-Mustanriya. Uniknya perpustakaan ini memiliki rumah sakit di dalamnya. Oleh karena itu perpustakaan al-Mustanriya juga berfungsi sebagai madrasah dan rumah sakit. Perpustakaan ini memiliki koleksi buku-buku langka, selain itu juga perpustakaan ini mendapat sumbangan dari kerajaan sejumlah 80.000 buah buku.
Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya pada masa itu adalah perpustakaan di Madrasah Nizamiah yang didirikan pada  tahun 1065 M oleh Nizam Al Mulk (seorang perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq). Koleksi perpustakaan ini diperoleh sebagian besar melalui sumbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Al-Atsir (sejarawan) bahwa Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Al-baghdadi mewariskan dua koleksi besar pribadinya kepada perpustakaan ini. Khalifah Al-Nashir juga menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi kerajaannya kepada perpustakaan tersebut.
Pada masa itu juga di Kairo berdiri Perpustakaan Khalifah dengan jumlah buku yang tersedia sekitar 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Selain Perpustakaan Khalifah, Kairo juga memiliki perpustakaan Darul Hikmah. Perpustakaan ini mempunyai 40 lemari. Dalam setiap lemari memuat sampai 18.000 buku. Di perpustakaan ini juga disediakan segala yang diperlukan pengunjung seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta.
Kemudian di Afrika Utara (Tripoli) berdiri sebuah perpustakaan yang dibangun oleh Bani Ammar. Perpustakaan ini memiliki koleksi buku mencapai 1.000.000 buah, dengan 180 penyalin buku yang bertugas menyalin buku-buku disana. Perpustakaan ini berisi buku-buku yang langka dan baru dizamannya. Bani Ammar mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang untuk menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang bermanfaat dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing.
Tidak hanya perpustakaan, ada banyak Universitas dan lembaga pendidikan yang hadir pada masa itu, di antaranya Universitas Granada, Universitas Cordova, dan banyak lagi. Dan istimewanya zaman dahulu justru ada yang disebut dengan Penjaga-penjaga buku yang merupakan ilmuwan-ilmuwan sekaligus pustakawan-pustakawan handal.
Runtuhnya keberadaan perpustakaan dimulai sejak petaka serangan Salib yang telah membuat umat Islam kehilangan perpustakaan-perpustakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah, Al-Quds, Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka. Serangan bangsa Mongol yang begitu dahsyat telah memporak porandakan kota Bagdad dengan sekalian isinya termasuk perpustakaan, mereka membakar dan membuang koleksi buku ke Sungai Tigris. Sebuah pemusnahan buku paling mengerikan dalam sejarah perpustakaan Islam.
Islam telah menyumbang sejarah peradaban, yang kemudian dihancurkan pusat perpustakaanya oleh barat. Sehingga sampai sekarang, barat dapat menguasai peradaban disilain islam masih dibawahnya. Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin peradaban barat sekarang bisa terjadi tanpa adanya Islam yang memulainya ?
Read More

Senin, 05 Desember 2016

Mari Bela Negara


Upaya disentigrasi bangsa yang dilakukan suatu kelompok berkepentingan, kini semakin terakomodir. Hal ini menjadikan seluruh elemen bangsa harus bermawas diri. Sosialisasi terhadap wawasan kebangsaan dan nusantara harus semakin digalakkan. Sebagai landasan dasar dalam mengembalikan cara pandang terhadap suatu bangsa. Dengan cara menjadikan cita-cita dan tujuan nasional sebagai dasar berbangsa dan bernegara.  

Menurunnya semangat  kebangsaan adalah salah satu pemicu disentigrasi suatu bangsa. Setelah lama wawasan kebangsaan tersebut terbentuk. Sejak munculnya gerakan Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908. Kesadaran berbangsa semakin menguat. Pengikraran akan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia juga dilakukan oleh gerakan pemuda pada saat sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Berawal dari itu kesadaran berkebangsaan hingga melahirkan Indonesia yang berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kesadaran akan cita-cita dan tujuan bangsa itu kini semakin memudar. Seakan-akan UUD (Undang-undang dasar) 1945 dan falsafah pancasila sekedar menjadi bacaan dalam upacara ritual. Padahal, didalam pedoman tersebut terdapat ideologi berbangsa dan bernegara, yang seharusnya dianut bagi siapapun yang berada dalam naungan negara. Sehingga untuk menginisiasi hal itu, sosialisasi ideologi bangsa dilakukan bukan hanya secara simbolik tapi disisipkan beserta substansinya. 

Hidup berbangsa bernegara, secara umum telah diatur dalam ideologi pancasila. Bagiamana hubungan secara vertikal maupun horizontal. Namun, ideologi tersebut sukar diimplentasi tanpa adanya kesadaran secara massa. Alotnya menjadikan ideologi pancasila sebagai dasar, seringkali juga dipengaruhi sikap primordialisme. Menjadikan kemajemukan sebagai suatu kelemahan bukan sebuah kekuatan.    

Padahal, kemajemukan suatu bangsa adalah anugerah. Apabila disadari dengan penuh toleransi. Dan menjadikan Ke "Bhinneka Tunggal Ika" an tidak sekedar semboyan. Tapi dasar pencapaian satu kesatuan. Selain itu, kemajemukan adalah sebagai bentuk ketahanan nasional. Sehingga, konflik antar suku bangsa, agama dan ras harus diminimalisir. Jangan saling menistakan satu sama lain. Sebab itu dapat memicu distengrasi suatu bangsa, yang kini semakin menjalar.

Dampak konflik tersebut, tentu berporos pada ketahanan suatu bangsa. Aktivitas ketahanan Bangsa yang telah didasarkan pada Landasan idiil : Pancasila, Landasan Konstitusional : UUD 1945 dan landasan visional : Wawasan Nusantara. Sehingga asas-asas ketahan nasional (tata laku) harus didasari dari nilai-nilai tersebut. Dalam hal ini asas pertama adalah kesejahteraan dan keamanan, asas komperhensif  intergral, asas mawas kedalam maupun luar negri dan asas kekeluargaan. Untuk mencapai suatu asas ketahanan nasional itu, seluruh elemen harus bersatu padu baik dalam prilaku patuh maupun dalam visi kebangsaan.  

Kesamaan presepsi
Mengambil istilah dari pak Anis Baswedan merajut “Tenun Kebangsaan”, yang berarti ber satu padu meski dari berbagai latar belakang. Istilah ini tentu proposional untuk disosialisasikan, sesuai dengan fenomena baru bangsa ini. Pembelaan, pertunjukkan ajang kekuatan dari masing-masing golongan atau kelompok yang semakin digencarkan. Sehingga lahirlah keengganan suatu bangsa dalam aksi bela negara. Padahal, sejatinya kecintaan terhadap suatu negara tersebut harusnya diatas kecintaan lainnya. Diatas kecintannya pada sebuah golongan dan kelompok tertentu.

Kesadaran masyarakat dalam suatu bangsa tidak bisa berdiri sendiri tanpa diimbangi oleh sikap pemerintah. Tidak mungkin menuntut suatu masyarakat berwawasan kebangsaan, disisi lain para pemimpin bangsa bersikap opportunistik. Sebab integrasi suatu bangsa itu bersifat menyeluruh. Dari hulu hingga kehilir. Dari para pemimpin bangsa hingga masyarakat. Tentu, sikap kebangsaan para pemimpin bangsa memiliki pengaruh besar terhadap sikap kebangsaan warga-nya.

Apabila para pemimpin tersebut adil dalam merumuskan dan memutuskan suatu kebijakan, maka tumbuh kewibawaan dalam pandangan masyarakat. Sebaliknya, jika para pemimpin bangsa mengkhianti masyarakatnya. Membuat kebijakan yang diluar kendalinya. Maka kesadaran berbangsa dan bernegara enggan diwujudkan. Untuk itu, kesamaan presepsi benar-benar menjadi prioritas utama dalam membela suatu negara. Sebagai dasar penyatuan sikap dalam suatu bangsa untuk memudahkan suatu bangsa dalam mencapai cita-cita yang telah  di-amandemenkan.

Transparasi, Partisipasi dan Kepercayaan
Hidup yang tidak direfleksikan tidak pantas untuk dijalani. Pernyataan Socrates tersebut dapat dikontektualisasikan tidak hanya pada individu, melainkan pada sebuah bangsa. Sehingga refleksi kesadaran kebangsaan tersebut menjadi kewajiban pemerintahan selama dalam priodesasinya. Hal ini sebagai sarana integrasi suatu bangsa. Jangan sampai, kesadaran akan bela negara sekedar dijadikan agenda seremonial. Hanya dilakukan pada saat hari besar nasional. Padahal bela negara bukan sekedar agenda seperti itu, namun sebuah keyakinan asumsi dasar.

Bela negara dalam hal ini bermakna ganda. Bagaimana sebuah bangsa itu mengintegrasi secara internal dan antisipasi terhadap tekanan eksternal. Dua aspek tersebut menjadi satu kesatuan. Integrasi internal, artinya bagaimana seluruh elemen bangsa dapat merawat kekayaan yang dimiliki. Kekayaan budaya, agama, ras maupun kekayaan sumberdaya alam. Ini menjadi hal utama dalam membangun kekuatan bangsa. Sehingga, dengan integrasi secara internal tersebut bangsa ini menjadi tangguh. Mampu menghadapi tekanan-tekanan yang dilakukan oleh negara adidaya. Yang itu disebut bela negara secara eksternal.


Mengingat bela negara (internal-eksternal) yang sekarang sedang sakit. Secara internal yang mulai keropos, saling tuding satu sama lain dan secara eksternal juga demikian. kekayaan bangsa secara fisik terlihat nampak, namun sebagian besar telah dikendalikan oleh bangsa asing. Karenanya, kesadaran dari seluruh elemen bangsa harus segera dibangun. Dimulai dari proses pemerintahan haruslah dilakukan secara terbuka, dapat dikontrol oleh masyarakat. Pemerintah juga dituntut untuk mempertanggung jawabkan kewenangannya dihadapan rakyat dan hukum. Disilain partisipasi masyarakat harus dioptimalkan. Mengingat ini negara demokrasi (demos : kekuasaan, cratos : rakyat) yang berarti kekuasaan ada ditangan rakyat.  Maka rakyat tidak boleh hanya dijadikan obyek, melainkan diperlakukan sebagai subjek yang harus dihargai. Pelibataan rakyat tersebut membuatnya semakin sadar kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebaliknya, masyarakat juga dituntut untuk mendukung dan percaya terhadap pemerintah. Agar, bangsa ini menjadi satu kesatuan. Tangguh dalam membela negara untuk mencapai tujuan bersama.  

   


Athif, 05 Desember 2016
 
 
Read More

Minggu, 04 Desember 2016

Masih seputar Aksi Jilid 2 dan 3

Dalam aksi bela Islam Jilid 2 dan 3 banyak yang melihat pundi-pundi keajaiban. Aksi yang diikuti oleh ribuan bahkan jutaan orang namun bisa berjalan dengan damai. Meski, pada aksi jilid 2 ada pihak-pihak yang niatnya ingin memprovokasi. Sehingga diakhir terjadi keributan antara petugas polri dengan sebagian peserta aksi dan juga masyarakat lokal. Namun diluar hal itu terdapat keajaiban diaksi 411 tersebut. 

Pada hari itu BMKG meramalkan akan terjadi hujan deras. Tapi apa yang terjadi? Ba’da Sholat Jum’at hingga malam hari langit mendung namun tidak terjadi hujan. Keajaiban lagi, selama ini jarang melihat para elit politik, para toko agama dari pelbagai Organisasi dan rakyat saling bersatu padu bersama-sama menuntut tujuan yang sama. Dan pada moment 411 itulah mereka memiliki 1 visi yang sama yaitu “menuntut keadilan”. Tentu hal ini, menggambarkan sebuah hadist yang menyampaikan antara muslim satu dengan muslim yang lain adalah bersaudara.



Keajaiban terjadi halnya pada aksi 212. Setelah 1 juta peserta aksi 411, kini jumlah peserta aksi 212 bagaikan rintikan hujan yang padat memenuhi jalan. Jumlahnya 7 kali lipat dari aksi sebelumnya. Dan, realitanya, ajaibnya aksi tersebut berjalan dengan super-super damai. Tidak satupun peserta aksi yang menginjakkan kakinya direrumputan hingga rusak. Tidak ada lagi sampah-sampah berserakan paska aksi selesai. Tentu hal itu sebuah keajaiban, sebab peserta yang mengikuti aksi jumlahnya tidaklah sedikit. Disisi lain, seringkali demonstrasi terjadi dilakukan meski hanya puluhan orang, ratusan orang tapi dampak yang dihasilkan adalah kerusakan dan kerugian. Tapi tidak demikian, dengan aksi 212. Ini menggambarkan bahwa orang-orang yang mengikuti aksi tersebut adalah orang-orang yang bermartabat. 



Berbeda dari aksi 411, saat diiringi langit mendung tapi tidak hujan. Diaksi 212 telah terjadi hujan gerimis, itu bertanda bahwa doa para ulama dan peserta aksi telah dikabulkan. Sebagai tanda kemustajaban suatu doa. Dan, ada pemandangan yang mengharuhkan pada saat menjelang aksi tersebut. Setelah kapolri membuat kebijakan angkutan umum dilarang beroperasi pada tanggal itu. Dengan niatan agar peserta aksi gagal datang ke Jakarta. Ada sebuah kelompok yang sampai rela berjalan hingga 200 KM. Dari Ciamis ke Jakarta, bahkan ironinya kelompok tersebut terdapat dari anak-anak yang masih belasan umur. Disamping itu, ada sebuah kelompok yang meski dilarang mereka pantang pulang. Demi aksi bela Islam, mereka sampai rela menyewa pesawat terbang.



Tentu, mengendalikan aksi yang begitu banyak tidak lah muda. Namun itu bisa terkendali oleh satu komando. Inilah ajaran sesuai ajaran Islam dalam ritualnya. Ba’da Adzan, ada Iqomah yang itu membuat semua umat Islam berdiri dan merapikan shaf. Tanpa dipaksakan. Kemudian Takbir hingga salam. Semua bergerak bersama hanya dengan satu instruksi. Dan itu terjadi pada aksi 212 yang jumlahnya jutaan orang. Sholat Jumat berjamaah dilakukan dengan saf yang rapi dan gerakan yang sama. Tidak perlu memaksakan satu persatu orang untuk berdiri dan merapikan. Itu pun hanya 1 muadzin (adzan dan Iqamah) dan 1 imam Sholat. Sekarang yang menjadi pertanyaan, manusia siapa yang bisa menciptakan agama dengan aturan serapi seperti itu. Saya rasa ini bukti sederhana bahwa Islam adalah sebenar-benar agama.



Athif

04, Desember 2016
Read More

Sabtu, 03 Desember 2016

411, 212

Aksi 212 kembali digelar, setelah aksi 411 berjalan damai. Dan, aksi  212 tersebut telah diikuti oleh jutaan umat Islam. Padahal awalnya, banyak yang mengira aksi 212 tidak akan sebanyak aksi 411. Namun, perkiraan itu salah. Dan ternyata, ada dua hal yang dapat memicu derasnya jumlah peserta aksi 212. 

Pertama, setelah aksi 411 digelar, akhirnya ada reaksi dari kapolri untuk segera melakukan pemeriksaan. Alhasil, adanya penetapan tersangka pada A hoak. Publik pun sedikit merasa puas. Tapi, setelah diamati sepertinya ada keganjalan pada penetapan tersangkat tersebut. Apalagi dibandingkan dengan tersangka yang sudah-sudah biasanya langsung ditahan. Namun, tidak demikian dengan A hoak. Maka timbulah reaksi dari sebagian umat Islam untuk kembali melakukan aksi 25 November, tapi tidak jadi. Kemudian, Kapolri memeriksa Buni Yani dengan tuntutan penyebar isu makar. Alhasil, penetapan tersangka pun ditetapkan. Dan Buni Yani ditahan. 

Publik merasa penegakkan hukum tumpul keatas tajam kebawah. Sama-sama tersangka, tapi ditegakkan secara diskriminatif.  A hoak dibiarkan berkeliaran, dan Buni Yani ditahan. Sebab itulah sebagian umat Islam semakin geram. Setelah melihat realitas tersebut semakin mengundang reaksi jutaan Umat Islam. Tanggal aksi pun ditetapkan, 212. Aksi yang agendanya berbeda dengan aksi 411 sebelumnya. Agenda aksi diisi dengan kegiatan Sholat jamaah dan do'a bersama. 

Ketiga, Sebenarnya paska aksi 411 keadaan mulai redam. Meski, ada sedikit gesekkan akibat Presiden tidak mau menemui Ulama dan peserta aksi.  Ditambah lagi, adanya pihak yang katanya menunggangi aksi tersebut. Berniat melakukan makar. Namun, tuduhan-tuduhan tersebut tidak terbukti. Kembali setelah kepastian aksi 212 digelar, kekhawatiran pemerintah semakin besar. Mereka bersafari kebeberapa instansi. Tujuannya untuk meredam, bahkan membuat kebijakan angkutan umum dilarang mengangkut peserta aksi bela islam 3 ke Jakarta.

Kebijakan tersebut mengundang kemarahan dari berbagai kalangan. Seolah olah negeri demokrasi hanya sebatas dongeng. Sedikit demi sedikit opini masyarakat mulai dibungkam. Melihat hal itu, para peserta aksi tidak pantang pulang. Sebagian dari mereka rela berjalan kaki dari Ciamis ke Jakarta. Begitu juga dari beberapa daerah yang sampai menyewa pesawat demi aksi 212. Dua fenomena tersebut, telah memicu semangat dari umat Islam lain. Sehingga umat Islam dari berbagai penjuru bersatu hadir dalam aksi bela Islam. Mereka beraksi dengan damai bermartabat. Tidak sedikitpun rerumputan diinjak hingga rusak.

Diaksi 212 tersebut, ada pemandangan yang berbeda dibanding aksi 411. Kapolri duduk bersama dengan para ulama sembari memberikan wejangan. Disusul Pak Jokowi didampingi beberapa menteri hadir dan duduk bareng bersama ulama dan peserta aksi. Yang sepertinya pak Jokowi tidak ingin mengulang kesalahan yang kedua kalinya. Suasana semakin redam. Aksi diakhiri tanpa adanya gesek-gesekan. Presiden memuji para peserta aksi, yang telah melakukan aksi dengan super damai, sesuai dengan slogannya. 

Athif, 03 Desember 2016

Read More

Rabu, 30 November 2016

Ada apa dengan Cina?


Akhir-akhir ini sering terdengar statement masyarakat terkait pro dan anti cina. Hal ini dipicu oleh bertambahnya jumlah imigran Cina yang datang ke Indonesia. Masuknya imigran tersebut diduga akan menjadi ancaman bagi pribumi sebagai kompetitor tenaga kerja. Dugaan tersebut, sontak ditanggapi oleh Presiden Jokowi. Inti tanggapan Presiden adalah Imigran Cina datang ke Indonesia bukan menjadi Tenaga Kerja melainkan sebagai wisatawan (Touris). Disisi lain, Ada yang mengatakan bahwa masuknya imigran Cina tersebut sebagai utang balas budi. Karena utang Indonesia kepada Cina selama periode Januari 2011-Januari 2016 mengalami pertumbuhan 383,97 persen. Seingga lahirlah hubungan simbiosis mutualisme. Mesranya hubungan keduanya, juga dapat diamati dari setiap pembangunan proyek negara, pemerintah melibatkan Cina sebagai produsen atau investor.

Kalau dikaji ulang. Sebenarnya sejak tahun 1860 sudah ada 222.000 orang Cina di Indonesia. Mereka berbondong bondong ke Indonesia dikarenakan oleh tanahnya seberang, subur nan kaya. Selama 70 tahun berikutnya, arus kedatangan orang Cina ke Indonesia semakin deras. Pada 1905 jumlahnya mencapai 563.000 orang. Dan, ketika masa kemerdekaan. Banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa Orang-orang Cina juga urun tangan dalam memerdekakan Indonesia. Mingguan Sin Po bulan November 1928 adalah yang pertama berani mempublikasi teks “Indonesia Raya” Ciptaan W.R Supratman. Selain itu, sumbangsih orang-orang Tionghoa adalah ikut bertempur, penyediaan logistik dan persenjataan. Bahkan, Liem Sioe Liong (Pengusaha asli Cina) dulunya pernah menyembunyikan seorang buronan Belanda oleh Tionghoa Cong Siang Hwee (Organisasi pedagang antar-Cina). Ternyata orang yang menjadi buronan Belanda tersebut adalah Hasan Din, seorang tokoh Muhammadiyah, ayahanda Fatmawati dan mertua Presiden Soekarno.

Hubungan harmonis seakan-akan terjalin diantara keduanya. Namun, jika diteliti secara mendalam, sepertinya ada orientasi lain dari terjalinnya hubungan tersebut. Hal itu dapat dilihat dari orang-orang Cina yang semakin menguasai perekenomoian di Indonesia. Liem Sioe Liong dulu sampai hari ini menjadi pendiri diberbagai perusahaan Indonesia. Didirikannya PT Bogasari, disusul Bogawari (Perusahaan pengangkutan), Indofood, dan Indocement. Meski sempat ambruk pada saat krisis moneter 1998. Namun, berselang setelah itu perusahaan-perusahaan Cina totok (Liem Sio Long) tersebut bisa kembali survival. Masih banyak lagi Orang Cina yang nyaris berkuasa disektor ekonomi. Dan, sekarang Cina sudah mulai masuk, di sektor perpolitikan Indonesia. Mereka mulai mendominasi di berbagai daerah. Bahkan, ada yang sampai ditingkat pencalonan menjadi pemimpin Kota atau Propinsi. Sehingga, jika dianalisis penguasaan Cina diberbagai sektor tersebut semakin mengkhawatirkan. Besar kemungkinan sumberdaya milik Indonesia dapat dikuasai apabila diberi kelonggaran secara terus menerus.

Ironisnya lagi, baru kemarin sempat beredar berita terbaru tentang berkibarnya bendera Cina di penjuru Indonesia. Lokasinya di Pulau Obi, Ternate, Maluku Utara tengah dalam acara peletakan batu pertama (ground breaking) proyek smelter milik PT Wanatiara Persada. Memang proyek tersebut banyak melibatkan pekerja Cina. Setelah, mendengar berita itu masyarakat pribumi semakin geram. Sebab dilihat diberbagai sektor orang-orang Cina sudah mulai masuk. Ekspansi produk Cina yang kian meluas, politisi, tenaga kerja berdarah Cina semakin marak. Karena itu, munculah berbagai prespektif yang menganggap bahwa Cina semakin berkuasa di bumi Indonesia. Akibatnya kekhawatiran itu mulai muncul. Lahirlah sebuah kelompok yang menyuarakan “hati-hati dengan Cina”. Kekecewaan ditudingkan dengan mengklaim pemerintah telah memberi jalan terbuka buat imigran. Kemudian, tudingan lain pemerintah diperingatkan  jangan sampai menjadikan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sebagai tumbal.  

Melihat ekspansi Cina yang semakin meluas, Persatuan warga pribumi harus digalakkan. Bukan semata-mata karena diskriminatif. Tetapi rasa kepemilikan terhadap bangsa harus dijunjung tinggi. Jangan sampai, Indonesia beralih seperti Singapura. Saat Lee Kuan Yew sanggup memakai songkok pada awal karirnya ketika bertemu penduduk Melayu di Kampung Tani, Singapura 1965. Orientasi Lee Kuan Yew saat itu adalah menjadi pemimpin sehingga berusaha mengambil hati pribumi dengan  mendekati mereka dan berberpakaian songkok Islami khas Pribumi. Dan saat sudah berkuasa, Pribumi melayu di Singapura terjajah hak-haknya di Negeri sendiri hingga aturan resmi tidak boleh menjabat di Pemerintahan. 






Read More

Selasa, 29 November 2016

Ada yang hilang

Saat perjalanan ke kota Gresik kemarin. Selama diperjalanan, jujur saya merasa kesumpekan pak. Macet, polusi, ditambah lagi kotanya panas. Kalau boleh saya katakan, sepertinya "ada yang hilang dari kota Ini". Keindahan dan keasriannya. Semoga bapak juga merasakan hal itu. Disepanjang jalan, saya juga sering melihat pabrik-pabrik berjejeran. Entah itu yang sudah jadi atau yang masih dalam tahap pembangunan. Penghijauannya juga mulai langka. Jalanan rusak, ada yang bilang itu karena sering dipakai drum truck pengangkut proyek pabrik. Ada juga yang bilang itu milik bapak. Entahlah, sayah tidak tahu.

Sebenarnya saya merasa kasihan bagaimana nasib pekerja yang setiap harinya melintas disepanjang jalan itu. Mungkin saja mereka tidak lagi merasakan karena saking terbiasanya. Atau mungkin karena tertutupi oleh gaji UMK yang katanya besar itu. Entahlah, pokok saya kasihan pada mereka pak. Saya yang tidak mesti 1 minggu sekali saja, sudah enggan kalau mau lewat situ. Apalagi mereka.

Saya tahu, baru kemarin Bapak dipilih. Tapi akankah, bapak lupa kalau pilihan yang kemarin itu berarti periode kedua. Itu artinya bapak dipercaya. Jangan sampai disia-siakan. Saya juga tahu, kalau jalanan rusak itu tanggung jawabnya pem-provinsi. Tapi akankah terus bergantung seperti itu pak padahal rakyat sudah merana seperti ini. Mungkin saja kalau perizinan mendirikan pabrik sedikit dipersulit jadinya gak seperti ini. Sebab yang saya lihat jalanan rusak itu, didaerah pabrik. bukan di daerah gedung yang bapak tempati.

Penetapan UMK tinggi itu kemajuan. Tapi jangan dilupakan pak "tidak semua masyarakat Gresik itu bergaji UMK". Jadi kalau misal niat memudahkan perizinan biar pendapatannya meningkat, terus rakyatnya sejahtera. Saya pikir itu kliru pak. Sebab tidak semua daerah yang UMK rendah itu rakyatnya merana. Coba kita tengok sebentar ke Kota Batu. UMK disana jauh dibawah Kota Gresik. Tapi hidup mereka makmur, masyarakatnya mandiri. Sebab yang dikelolah bukan milik asing tapi potensi alam milik lokal. Saya rasa disini juga bisa loh pak seperti itu. Terus, saya kasih tahu lagi "disana terkait perizinan pendirian pabrik juga dipersulit" Karena pemerintahan mereka bisa berpikir luas pak. Tidak hanya pendapatan, tapi kenyamanan.

Saya juga tahu kok pak kalau banyaknya pabrik itu otomatis banyak CSR (corporate responsibility). Sehingga rakyat Gresik yang berada disekitarnya sejahtera. Tapi, apakah bapak lupa kalau masyarakat disekitarnya malah pernah ada yang sampai demo. Kemarin juga saya lihat di salah satu fanpage "facebook", katanya banyak tenaga kerja yang berasal dari luar Gresik. Padahal rakyat Gresik sendiri masih banyak yang nganggur. Itu berarti ada yang salah dari CSR nya pak. Mohon diingatkan.

Dan, terakhir. Awal bulan kemarin katanya ada demo lagi?, menuntut kenaikan UMK 2017. Habis itu bapak setujuin UMK dinaikin. Tapi kapan bapak setuju pepohonan dinaikin?. Rakyat sudah pengap ini dengan panasnya kota Gresik. Masyarakat Gresik itu majemuk pak. Tidak semuanya berkebutuhan pada Gaji tinggi. Ada yang bilang kenyamanan itu lebih penting. Kalo dihirarki Maslow, fisiologi (Gaji) itu tingkatannya paling bawah. Itu artinya kebutuhan dasar pak. Diatasnya masih ada rasa aman. Jadi harus dikeseimbangkan pak, tidak hanya memenuhi kebutuhan fisiologisnya tapi juga rasa aman dan nyaman-ya.


Athif
29 November 2016
Alun-alun Gresik










Read More