Pages

Sabtu, 25 Oktober 2014

Remaja dalam sektsa kreativitas


Pengelolahan Sumber daya Alam (SDA) serta Sumber Daya Manusia (SDM) secara intensif dapat memperbaiki citra serta menambah income suatu desa. Termasuk Desa Sambogunung Dukun Gresik (DSDG). Potensi yang dimiliki DSDG sangat proposional untuk dijadikan modal pembangunan SDA maupun SDM. SDA melimpah dan potensi SDM mumpuni. Dalam pembahasan kali ini penulis lebih menitik beratkan pemberdayaan pada potensi SDM (remaja). Jika dilihat dari fenomena kehidupan, remaja di DSDG memiliki potensi yang berbeda satu sama lain. Lebih jelasnya berikut gambaran mengenai potensi di dunia pendidikan dan kreativitas.


Sekitar 5 tahun silam, mindset masyarakat terhadap menyekolahkan anak di desa masih merekat.  Dampak dari itu koneksi remaja dahulu sangat terbatas. Berbanding di era sekarang, tidak jarang yang baru lulus SMP langsung melanjutkan ke SMA favorit di wilayah kota. Begitu juga masa perkuliahan. Sekarang remaja DSDG sudah mengikuti perkembangan zaman untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) atau perguruan tinggi swasta (PTS) favorit. Hal ini membuktikan bahwa jarak tidak lagi menjadi penghalang, sekarang yang diprioritaskan adalah kualitas. Meski demikian, dibalik kesungguhan remaja di dunia pendidikan, terdapat juga remaja yang bersikap apatis terhadap peningkatan intelektual. Memang, remaja yang bersinergi di dunia pendidikan masih mendominasi, namun remaja yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA hampir sekitar 5-10%  dan 30% remaja lebih memilih bekerja dibanding melanjutkan kuliah. Hal tersebut, bukan berindikasi remaja tidak mau mengenal dunia pendidikan, namun setelah di riset terdapat berbagai faktor penyebab remaja kesulitan untuk melanjutkan sekolah atau kuliah. Salah satunya adalah biaya.


Dilihat dari segi kreativitas. Remaja DSDG telah berprestasi dengan menciptakan berbagai wadah untuk berkreasi, baik itu organisasi maupun komunitas. Organisasi remaja masjid (Remas), Arek sambogunung (Arsam Production), APP (Alumni peduli pendidikan), dan (Ashabul Khafi). Terdapat juga Komunitas (Motley)  (kepenulisan) (Bahasa inggris). Organisasi remas dan ashabul khafi sebenarnya sama yaitu organisasi yang bergerak dibidang keislaman, bedanya remas lebih didominasi kaum dewasa sedangkan ashabul khafi didominasi remaja yang masih study tingkat SMA. Arsam Production, organisasi ini berdiri untuk menampung remaja yang memiliki potensi di dunia entertainment. Meski kurang dari 2 tahun berdiri Arsam production telah menoreh prestasi dengan memproduksi 2 film. Film pertama berjudul “mengejar mimpi”, dan film kedua berjudul “menggapai bintang”. Aktris yang berperan di film tersebut seluruhnya berasal dari remaja lokal. Kemudian organisasi Alumni penduli pendidikan (APP), organisasi ini lahir bervisi untuk membantu remaja yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Sistem pendanaan ditunjang dari “urunan” antar alumni. Selain itu, Kreativitas remaja juga berbentuk komunitas. Motley, komunitas ini identik dengan para pemuda. Adapun kegiatan yang terprogram di komunitas tersebut lebih pada rana sosial. Selanjutnya “kepenulisan”. Komunitas ini merupakan wadah untuk memotivasi para remaja agar berkecimpung di dunia kepenulisan. Rutinitas pelatihan kepenulisan di laksanakan setiap jum’at sore di gedung Madrasah sekaligus mendatangkan materi langsung dari luar desa. Beragam organisasi dan komunitas yang telah diciptakan oleh remaja DSDG sudah menjadi bukti, bahwa kekayaan di DSDG bukan sekedar mengandalkan SDA namun produktivitas SDM.  


Melihat sekilas mengenai pendidikan serta kreativitas remaja, bukan berarti DSDG terlepas dari kenakalan remaja pada umumnya. Anak malas belajar, keinginan membaca masih minim, minuman-minuman keras, tawuran, balapan sepeda motor masih membudaya dan semakin merajalela. Ironisnya pelaku tindakan tersebut bukan hanya dari kalangan dewasa, melainkan remaja yang masih duduk dibangku sekolah. Apalagi masalah merokok, di DSDG sekarang semakin sulit membedakan mana orang tua dan anak muda. Karena pada dasarnya perokok adalah mereka yang sudah berpenghasilan, atau bekerja. Tetapi hal itu di era sekarang dianggap sebatas teori belaka, sebab pada realitanya anak baru gede (ABG) sekarang banyak yang sudah menjadi pecandu rokok. Kelihatannya sepele, namun efek negatif dari ABG pecandu rokok bekesinambungan. Pernah suatu ketika ada beberapa ABG yang masih berstatus pelajar tetapi sudah perokok berat. Sehingga dampak dari itu, mengkonsumsi rokok ibarat suatu kebutuhan. Tatkala remaja tersebut tidak mempunyai uang buat beli rokok, apapun caranya dilakukan yang penting mereka bisa merokok, sehingga mereka tekat mencuri 1 pak rokok di toko milik orang. Inilah efek berkesinambungan dari pelajar yang sudah tercandu rokok. 


Setelah menelusuri kontribusi remaja dirana pendidikan, kreativitas serta kenakalan. Penulis mencoba memberi beberapa gagasan untuk mewujudkan remaja yang berintelektual, kreatif, dan berproduktif. Di dunia pendidikan :



Pertama.  Pentingnya kebijakan baru yang harus di buat oleh pemdes setempat terkait kewajiban belajar. Kebijakan tersebut dilaksanakan setiap hari efektif (Sabtu – jum’at) jam 6 sampai jam 8 malam.  


Kedua, Pemdes harus memiliki tolak ukur keberhasilan kebijakan kewajiban belajar. Salah satu cara mengetahui indikator keberhasilan kebijakan tersebut dengan diadakannya perlombaan yang berkaitan dengan pendidikan. Cerdas cermat tiap rt misalnya.


Ketiga, Selain membuat kebijakan pemdes harus senantiasa mampu memotivasi. Motivasi disini bisa berbentuk penghargaan kepada siswa, atau mahasiswa yang berprestasi.


Keempat, Pembangunan gedung perpustakaan harus segera direalisasikan, sebagai sarana untuk mengembangkan minat membaca.  

Sebelum terciptnya gagasan dalam segi kreativitas, penulis terlebih dahulu meluruskan mengenai kenakalan remaja. Sebenarnya istilah kenakalan remaja itu hanya karena bahasa pada umumnya. Namun pada hakikatnya remaja yang dibilang nakal itu memiliki kreativitas yang belum tersedia wadah untuk berkarya. Berikut penulis mencoba memberi gagasan :

Pertama, remaja yang suka tawuran sebenarnya bukan masalah kenakalan, namun wadah untuk menampung remaja yang berpotensi seperti sedemikian masih belum tersedia. Mungkin dengan adanya pelatihan pencak silat, kemudian dilanjutkan dengan diadakannya kompetisi pencak silat, pemuda yang awalnya senang tawuran bisa beralih profesi untuk nimbrung di komunitas tersebut. 

Kedua, remaja yang suka merokok, mabuk-mabukan itu sebenarnya disebabkan karena waktu luang tanpa aktivitas. Oleh karenanya,  cara mengatasi problem demikian maka harus memanfaatkan potensi SDA. Renovasi lapangan olahraga, Sepak bola, Volley, bulu tangkis, tennis meja. Mengapa harus demikian??? Sebab dengan adanya lapangan serta kepelatihan secara intensif, remaja perokok bisa terkendali. Alasannya karena remaja yang senang berolahraga , biasannya mereka  menjauhi perbuatan yang merusak fisik, seperti merokok dll. 

Ketiga,  remaja yang suka balapan sepeda motor. Selama ini balapan sepeda dilakukan dijalan raya itu beralasan karena tidak memiliki lintasan sendiri untuk bertanding. Disisi lain, balapan sepeda motor merupakan kegiatan yang taruhannya nyawa. Maka alangkah lebih baik pemdes membuat alternative lain untuk mengalih profesikan remaja yang suka balapan menjadi remaja kreatif dibidang otomotif. Sehingga meninjau peralihan kesenangan tersebut, dibutuhkan lokasi khusus untuk kepelatihan dan pengembangan remaja dibidang otomotif.