Menurut Warren Bennis, Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengubah visi menjadi realitas, sedangkan kepemimpinan didalam buku Seteven covey “mengomunikasikan kepada orang lain nilai dan potensi mereka secara amat jelas sehingga mereka bisa melihat hal itu dalam diri mereka”, artinya tujuan kepemimpinan disini untuk mengomunikasikan potensi seseorang, dengan amat jelas dan konsisten. Sehingga mereka benar-benar mampu melihat hal itu di dalam diri mereka sendiri.
Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan “Seni mempengaruhi orang lain untuk mengubah suatu visi menjadi realitas”. Seni mempengaruhi orang lain itu seperti bakat atau keahlian dalam memberdayakan potensi orang lain, agar mereka mau menuruti segala bentuk rekomondasi. (Melihat, melakukan dan menjadi).
Seringkali kita menganggap bahwa yang harus mempunyai jiwa kepemimpinan itu hanyalah para pimpinan, selain itu tidak. padahal semua itu tidak ada dalih yang membenarkan. Kalau kita mau mengkaji arti dari kepemimpinan sendiri itu sangat luas. Memberdayakan orang lain tidak harus dimiliki para pemegang kekuasaan, tetapi untuk semua orang. Bukankah kita pernah memerintahkan sesuatu kepada orang lain, bukankah kita pernah berkeinginan agar orang lain memiliki presepsi yang selaras dengan kita. Secara tidak tersadari, kedua contoh tersebut ada relevansinya terhadap jiwa kepemimpinan. Karena tujuan kita untuk memerintah dan ingin persamaan presepsi adalah supaya orang lain terpengaruh dan mau bergerak.
Maka dari itu, kita sebagai orang biasa atau tengah menjadi pimpinan harus memupuk karakter seorang pemimpin sejak dini. Yaitu belajar dari Filsafah Yunani (Ethos, Pathos, dan Logos)
Ethos (Menjadi Teladan, dipercaya)
Mewujudkan jiwa kepemimpinan, sikap dasar yang harus dilakukan adalah berusaha menciptakan nilai integritas, kredebilitas dan kompetensi. Karena nilai-nilai tersebut mampu menciptakan sebuah kepercayaan dari orang lain.
Mewujudkan jiwa kepemimpinan, sikap dasar yang harus dilakukan adalah berusaha menciptakan nilai integritas, kredebilitas dan kompetensi. Karena nilai-nilai tersebut mampu menciptakan sebuah kepercayaan dari orang lain.
Kualitas tertinggi dari kepemimpinan adalah integritas yang tak tergoyahkan. Tanpa hal itu tidak ada keberhasilan sejati yang bisa diraih, di mana pun, baik di dalam kelompok, di lapangan sepak bola, di korps militer, atau di kantor. DWIGHT DAVID EISENHOWER
Pathos (Berusaha Memahami dulu)
Pathos adalah empati. Ini mengacu pada perasaan. Hal ini berarti bahwa kita harus mampu memahami bagaimana perasaan orang lain, apa kebutuhannya, bagaimana cara pandangnya terhadap berbagai hal, apa yang ingin dia komunikasikan, dan apa yang dia rasakan.
Jika semua pemahaman itu terpenuhi, maka orang lain merasa diperhatikan dan diberdayakan. Dan sebuah kepercayaan terhadap kita semakin mendara daging.
Pathos adalah empati. Ini mengacu pada perasaan. Hal ini berarti bahwa kita harus mampu memahami bagaimana perasaan orang lain, apa kebutuhannya, bagaimana cara pandangnya terhadap berbagai hal, apa yang ingin dia komunikasikan, dan apa yang dia rasakan.
Jika semua pemahaman itu terpenuhi, maka orang lain merasa diperhatikan dan diberdayakan. Dan sebuah kepercayaan terhadap kita semakin mendara daging.
Logos (Kemudian berusaha dipahami)
Setelah kita mampu menjadi teladan, kemudian orang lain merasa terpenuhi atas pemahaman dari kita terlebih dahulu. Maka setiap bentuk pengaruh yang kita rekomendasi pasti berpeluang untuk dipenuhi.
Logos pada dasarnya berarti logika. Hal ini berkaitan dengan kekuatan dan daya tarik dari cara kita menjelaskan diri dan pemikiran. Bak itu perintah, gagasan, atau sebuah aturan.
Athif
Malang, 06 Maret 2015
Setelah kita mampu menjadi teladan, kemudian orang lain merasa terpenuhi atas pemahaman dari kita terlebih dahulu. Maka setiap bentuk pengaruh yang kita rekomendasi pasti berpeluang untuk dipenuhi.
Logos pada dasarnya berarti logika. Hal ini berkaitan dengan kekuatan dan daya tarik dari cara kita menjelaskan diri dan pemikiran. Bak itu perintah, gagasan, atau sebuah aturan.
Athif
Malang, 06 Maret 2015