Pages

Jumat, 09 Desember 2016

Dunia Tanpa Islam?

Ada buku menarik yang berjudul "Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam"" karya Graham E. Fuller. Didalam buku tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan dasar terkait dengan kedamaian dunia tanpa Islam. Seperti apakah dunia tanpa Islam? Kemudian, apakah dunia akan lebih damai dan menjadi tempat yang lebih baik? pada umumnya orang barat mengatakan : Tentu,  tanpa Islam tidak akan pernah terjadi konflik Palestina-Israel, perang salib, peristiwa 11 September.

Namun, di buku tersebut Graham E. Fuller menawarkan eksperimen untuk menguji pandangan barat itu. Dengan anilisis secara historis, Graham E. Fuller menyimpulkan bahwa meski tanpa adanya perang salib barat tetap menyerbu Timur tengah karena nafsu imprealisasinya. Gereja ortodoks akan mendominasi Timur tengah dan sampai hari ini masih terjadi konflik, India tanpa budaya Mughal dan Taj Mahal tidak akan sekaya sekarang. Dan bom bunuh diri akan masih terjadi sebab bukan muslim yang memulainya. 

Islam bukanlah sumber konflik dunia. Bahkan Islam lah sumber peradaban didunia hingga sekarang. Menurut para ahli, perpustakaan pertama merupakan milik pribadi Khalid Ibnu Yazid bin Muawiyah. Ia seorang sastrawan dan kolektor buku. Perpustakaan ini lahir pada masa pemerintahan dinas Ummayah (661-750 M) yaitu suatu dinasti Islam setelah pemerintahan Khulafaurasyidin. 

Kemudian, masih ingat dengan Cordova. Kota dengan segudang ilmu, didalamnya terdapat 70 perpustakaan dan 400 an pengunjung. Anak-anak fakir miskin bisa sekolah gratis yang telah difasilitasi oleh khalifah Al-Hakam Al-Muntasir. Cordoba juga melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam ulung sepanjang sejarah. Ibnu Rusydi (Averrous), Ibnu Hazm (Seorang Mujtahid, penulis kitab al Muhalla), al-Qurtubi (Seorang Musafir), Az-Zahrawi (Pakar Kesehatan Modern), dan pakar-pakar ilmu pengetahuan lainnya. 

Pada periode dinasti Abbasiyah perpustakaan mengalami perkembangan yang signifikan. Pada masa khalifah al Mansur (754-775) khalifah ke dua dari dinasti Abbasiyah mendirikan biro penerjemahan di Baghdad. Kemudian pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid lembaga ini bernama Khizanah al-Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada tahun 815 al Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan merubah namanya dengan bayt-al-Hikmah. Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid.

Pada tahun 1227 M, Khalifah Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar biasa di madrasah yaitu perpustakaan al-Mustanriya. Uniknya perpustakaan ini memiliki rumah sakit di dalamnya. Oleh karena itu perpustakaan al-Mustanriya juga berfungsi sebagai madrasah dan rumah sakit. Perpustakaan ini memiliki koleksi buku-buku langka, selain itu juga perpustakaan ini mendapat sumbangan dari kerajaan sejumlah 80.000 buah buku.
Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya pada masa itu adalah perpustakaan di Madrasah Nizamiah yang didirikan pada  tahun 1065 M oleh Nizam Al Mulk (seorang perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq). Koleksi perpustakaan ini diperoleh sebagian besar melalui sumbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Al-Atsir (sejarawan) bahwa Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Al-baghdadi mewariskan dua koleksi besar pribadinya kepada perpustakaan ini. Khalifah Al-Nashir juga menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi kerajaannya kepada perpustakaan tersebut.
Pada masa itu juga di Kairo berdiri Perpustakaan Khalifah dengan jumlah buku yang tersedia sekitar 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Selain Perpustakaan Khalifah, Kairo juga memiliki perpustakaan Darul Hikmah. Perpustakaan ini mempunyai 40 lemari. Dalam setiap lemari memuat sampai 18.000 buku. Di perpustakaan ini juga disediakan segala yang diperlukan pengunjung seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta.
Kemudian di Afrika Utara (Tripoli) berdiri sebuah perpustakaan yang dibangun oleh Bani Ammar. Perpustakaan ini memiliki koleksi buku mencapai 1.000.000 buah, dengan 180 penyalin buku yang bertugas menyalin buku-buku disana. Perpustakaan ini berisi buku-buku yang langka dan baru dizamannya. Bani Ammar mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang untuk menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang bermanfaat dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing.
Tidak hanya perpustakaan, ada banyak Universitas dan lembaga pendidikan yang hadir pada masa itu, di antaranya Universitas Granada, Universitas Cordova, dan banyak lagi. Dan istimewanya zaman dahulu justru ada yang disebut dengan Penjaga-penjaga buku yang merupakan ilmuwan-ilmuwan sekaligus pustakawan-pustakawan handal.
Runtuhnya keberadaan perpustakaan dimulai sejak petaka serangan Salib yang telah membuat umat Islam kehilangan perpustakaan-perpustakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah, Al-Quds, Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka. Serangan bangsa Mongol yang begitu dahsyat telah memporak porandakan kota Bagdad dengan sekalian isinya termasuk perpustakaan, mereka membakar dan membuang koleksi buku ke Sungai Tigris. Sebuah pemusnahan buku paling mengerikan dalam sejarah perpustakaan Islam.
Islam telah menyumbang sejarah peradaban, yang kemudian dihancurkan pusat perpustakaanya oleh barat. Sehingga sampai sekarang, barat dapat menguasai peradaban disilain islam masih dibawahnya. Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin peradaban barat sekarang bisa terjadi tanpa adanya Islam yang memulainya ?