Pages

Senin, 27 April 2015

Perampok Berdasi

Indonesia ini aneh bin lucu. Biasanya yang gragas atau istilah jawanya "arepan" itu orang-orang kalangan bawah. Mereka yang biasa tidur dikolong jembatan, kemudian kelaparan dan  tak ada uang. Kalau memang begitu wajar sudah.

Akan tetapi?? di negera ini aneh. Justru yang gragas itu bukanlah kaum jelata melainkan kaum elit lulusan sarjana yang sekarang duduk dikursi pemerintahan. Pejabat yang berpenampilan rapi, memakai dasi dan berpeci. Tetapi prilakunya kontras, tidak mencerminkan kesarjanaanya. Prilakunya justru sama seperti preman jalanan. Perampok hak orang lain. Bedanya kalau preman jalanan tidak memakai dasi, sedangkan preman negara berpenampilan rapi dan pandai beretorika.

Sungguh fakta, begitu banyaknya perampok berdasi sehingga seringkali menjadi tranding topic disosial media. Hal ini, tentunya berdampak negatif terhadap pengguna smartphone, ipad maupun leptop. Pengguna media sosial tersebut tidak lain adalah masyarakat Indonesia. Tentunya setelah melihat pengendara bangsa tersandung korupsi, presepsi masyarakat terhadap kinerja pemerintah semakin melemah. Menganggap bahwa sebagian pemerintah ternyata mudah terlena oleh harta benda. 
Parahnya lagi, pejabat yang korupsi bukanlah orang biasa. Dari mereka rata-rata orang berintelektual, dulunya pernah menempuh kuliah di Universitas Negeri Favorit di Indonesia, pernah juga menjadi lulusan terbaik. Tapi prilakunya sama sekali tidak mencerminkan hal itu. Bahkan Al-Qur'an dan dana hajipun masih tega di rampok. Aneh . . 

Oleh karena itu, masyarakat kini seakan-akan tidak mengerti apa yang diinginkan oleh para pejabat tersangka korupsi tersebut. Kepecercayaan masyarakat semakin memudar. Karena dilihat dari segi gaji pejabat pemerintah sudah lebih dari cukup, jabatan yang diembanpun juga terhormat, fasilitas yang diberikan juga istimewah. Lalu apa sebenarnya yang diinginkan?? Apa mencari kesempatan dalam kesempitan, mumpung masih menjabat, atau mungkin kurangnya rasa syukur. Entahlah, intinya semua itu tidak seharusnya dilakukan. 


Padahal, secara teori semakin tinggi jenjang pendidikan maka seharusnya semakin tinggi pula ilmu pengetahuan serta otoritas moral. Kaum sarjana yang sekarang duduk diparlemenpun harusnya demikian. Memiliki kesadaran penuh atas kesejahteraan masyarakat, bukan mementingkan ego pribadi. Memprioritaskan untuk meringankan beban, bukan malah merampok hak rakyat. Sadar terhadap amanah yang dibebankan, bukan malah memanfaatkan jabatan sebagai peluang. Kalau prinsip seperti itu dipegang oleh para pejabat sarjana di pemerintahan, maka Indonesia terbebas dari para demonstran-demonstran nakal, Indonesia menjadi negara sejahtera, Indonesia aman dan sentosa, dan rakyat merasa termotivasi atas kejujuran para pemerintah.