Selesai login difacebook, langsung saya refresh beranda-nya. Karena saya penasaran, apa yang sedang viral dimedia massa dan status para penghuninya. Dan kalau saya
amati, sepertinya banyak perbedaan isi beranda facebook hari ini jika dibanding
beberapa tahun silam. Kalau dulu pas awal membuat facebook, saya melihat kolom “apa yang anda pikirkan?” itu banyak termuat kalimat jujur yang mencerminkan keadaan seseorang. Entah itu hanyalah sebatas guyonan, tapi bersifat apa adanya. Saya masih ingat awal
tahun 2009 pernah nulis status guyonan “Wetengku loro” (Perutku Sakit). Pernah juga iseng-iseng nulis status terkait isu pendidikan, politik, dsb. Lalu kemudian muncul beberapa komentar yang beragam. Dan saya melihat dari ragamnya bentuk komentar tersebut gak ada
satupun yang bernada sinis, bengis, bahkan menghujat. Rata-rata mereka selingi emoticon senyum sebagai representasi nyamannya hubungan-pertemanan.
Begitu dengan fanpage media massa. Saya sejak dulu telah menjadi pelanggannya yang setia. Jadi selesai log in selalu saya sempatkan membuka link berita terupdate. Karena bagi saya, mengupdate berita itu seperti mengasup suplemen laiknya sarapan pagi. Dilain sisi, media massa saat
itu masih banyak yang bersifat netral. Peristiwa yang dimuat
bersubstansi sama. Meskipun itu terliput dimedia massa yang berbeda. Sehingga
mengikuti beritapun pun tanpa perlu berpresepsi negatif dan berkomentar pun tanpa
perlu lagi menyalahkan admin atau menyudutkan penghuni medsos lain.
Baru setelah lama berselang, saya merasakan sensasi yang berbeda. Kenyamanan ber-media sosial sepertinya sulit ditemukan. Kalau dulu beranda banyak termuat status dan berita objektif. Sekarang beda lagi, beranda banyak diisi oleh headline provokasi dan berita yang cenderung subjektif. Media sepertinya sudah terintervensi oleh kepentingan tertentu. Sehingga berita yang dimuat memang diorientasikan untuk perpecah belahan. Sampai-sampai, tidak sedikit penghuni facebook yang berkomentar “sumbu pendek”. Tanpa membaca isi beritanya tapi langsung berkomentar. Hal seperti itu pernah saya temukan disalah satu headline media massa “Suasana Mencekam Usai Bom Hantam Masjid Di Afghanistan” dan anehnya pas saya lihat kolom dibawahnya banyak komentar yang melenceng dari berita yang dimuat. Salah satu akun menulis komentar lucu “ini namanya onta makan unta. Sering2 la begitu Islam akan hancur sendiri”. Sungguh mencerminkan komentar yang intoleransi.
Lain kasus diatas, masih ingat perihal berita akhir-akhir ini yang masih hangat terkait isu sara’. Kasus sejarah yang bisa menggerakan ratusan ribu masa. Kemudian dampak dari kasus tersebut banyak bermunculan headline, status, meme, yang bersifat tendensius. Kemudian berita dibagikan tanpa
mempertimbangkan lagi keabsahannya. Lalu dampaknya bukan main? karena sekarang bukan lagi menjadi rahasia, terkait hukum dan pasal yang mengatur pelanggaran-pelanggaran tersebut. Sehingga banyak orang yang hari ini beralih status menjadi tersangka, hal itu salah satu mungkin disebabkan oleh ketidakhati-hatianya dalam ber-media sosial.
Untuk itulah, menjadi pelaku medsos dizaman antara industri-teknologi pengetauan sekarang ini. Penting sekali selektif dalam menyebarkan berita. Atau kalau misal takut dilaporkan, toh pertanyaan dikolom status masih “Apa yang anda pikirkan ?”. Jadi gak perlu repot-repot mengurusi orang yang belum tentu kebenarannya. Isi status facebook sesuai yang sedang dipikirkan. Tanpa perlu menyebar fitnah dan menghujat satu sama lain.
Untuk itulah, menjadi pelaku medsos dizaman antara industri-teknologi pengetauan sekarang ini. Penting sekali selektif dalam menyebarkan berita. Atau kalau misal takut dilaporkan, toh pertanyaan dikolom status masih “Apa yang anda pikirkan ?”. Jadi gak perlu repot-repot mengurusi orang yang belum tentu kebenarannya. Isi status facebook sesuai yang sedang dipikirkan. Tanpa perlu menyebar fitnah dan menghujat satu sama lain.
Saya yakin hari ini masih
banyak penghuni beranda yang baik. Sehingga dalam “pencarian teman” mari budayakan
selektif dalam memilih. Begitu halnya dalam menyukai dan mengikuti fanpage
media massa. Kedepankan sikap tabayyun. Mempertimbangkan, menganalisis
keabsahannya sebelum diinformasikan. Dan
budaya silaturahim, menaburkan kebermanfatan mari saling dibangun. Agar berita
yang mengandung provokasi, intoleransi, dan immoral tidak lagi menjadi tamu langganan saat setiap kali kita merefresh beranda.
Selamat pagi, Jumat Barokah.
Selamat pagi, Jumat Barokah.
Athif,
Karangploso, 24-11-2016.